Jumat, 07 Juni 2013

BONGSAI KEHIDUPAN REMAJA

Menjelajahi makna lautan kehidupan memang sangat luas, tak ada yang membatasi. Apalagi bagi diriku yang baru saja menetas dari masa kana-kanak menuju masa remaja dimana masa kebingunganku dimulai. Kenapa di sebut masa kebingungan? Disini perlu kita garis bawahi, seperti yang pribadi rasakan dan hasil pengematanku terhadap teman-teman disekitarku. Masa  ABG ( Anak Baru Gendeng ) menurutku adalah masa yang membingungkan, pada masa ini khususnya diriku selalu didatangi pertanyaan-pertanyaan siapakah gerangan daku ini? Seolah-olah masih bingung dalam memaknai sebuah kehidupan.

Kebanyakan pada masa inilah di tentukan kita kelak bisa menjadi orang baik atau buruk di masa mendatang. Saya masih ingat  kata salah seorang guru saya yang pernah memberikan nasehat kepada saya “ Orang yang pada waktu usia remaja dia sudah bisa menjadi pribadi baik, insyaallah ketika ia menuju masa selanjutnya akan menjadi pribadi baik pula, dan begitu sebaliknya”. Dari nasehat guru saya, saya  menyimpulkan sendiri bahwa masa remaja merupakan masa yang sangat penting karena pada masa inilah di bentuk karakter pribadi yang sesungguhnya. Atau bahasa mudahnya pada masa inilah kita mencari jati diri kita, siapa diri kita sebenarnya. Dan itu bukan perkara mudah karena saya sendiri selaku anak remaja masih kebingungan dalam mencari jati diri saya sendiri.

Pada masa ini saya menemukan pembelajaran yang sangat berharga  tentang cara memaknai kehidupan yang membawa diri saya pada sebuah kedewasaan. Entah pembelajaran yang diberikan oleh orang tua, guru dan teman-teman saya. Kebanyakan saya dapat mengambil banyak pelajaran dan dapat merefresh diri saya dari permasalahan-permasalahan hidup saya sebagai anak remaja. Dari kegalauan saya sendiri. Dari masalah – masalah tersebut saya dituntut menyelesaikannya secara bijak, tidak asal-asalan menyelesaikan masalah yang didasarkan pada rasa egois semata.

Sebagai contoh ketika ada persilisihan dengan temam-teman di sekolah, saya  harus bisa menyelesaikannya dengan cara dewasa. Kita omongkan masalah itu secara baik-baik, kita cari solusi yang terbaik yang dapat diterma oleh kedua belah pihak. Yang paling penting bagi saya ketika menyelesaikan masalah jangan sampai menggunakan kekerasan. Dimana harga diri, rasa malu dan etika kita sebagai seorang  yang berpendidikan, yaitu seorang pelajar. Dan jangan sampai solusi yang terbaik tersebut dapat memutuskan tali persaudaraan dan pertemanan kita. Memang ketika kita ditimpa masalah terasa sangat berat bagaikan memikul gunung dan kadang kita merasa tidak kuat untuk memikul beban tersebut.

Tapi pada hakikatnya dengan beratnya masalah-masalah yang kita hadapi terlebih kita adalah seorang remaja dimana menurut saya adalah masa yang membingungkan, kita dapat memetik pelajaran yang sangat berharga yang dapat membawa kita pada pola pikir yang lebih matang.

Tapi kebayakan teman-teman yang saya temui cenderung menutup diri terhadap masalah yang sedang di hadapi sehingga ketika mereka mengambil sebuah keputusan tidak didasari pemikiran yang logis tetapi asal-asalan saja. Padahal mereka sangat mebutuhkan masukan dan pengarahan dari seseorang yang dapat menuntunnya dalam menyikapi sebuah masalah. Yang pertama dan paling utama yang mereka butuhkan adalah peran orang tua. Para remaja ketika dirundung masalah mereka pastilah membutuhkan peran orang tua untuk teman berbagi, teman untuk  mengeluh dan menyandarkan beban masalah mereka. Tapi kebanyakaan diantara mereka merasa malu untuk curhat kepada orang tua mereka. Apakah karena mereka tidak terlalu akrab dengan orang tua atau justru dari pihak si orang tua yang tidak terlalu memperdulikan si anak?

Banyak orang tua yang berpikir bahwa mereka telah memperhatikan anaknya sedemikian rupa. Padahal kenyataanya sang anak tidak merasa sama sekali diperhatikan. Orang tua hanya bisa memperhatikan dan memenuhi hanya secara fasilitas dan materi saja, tapi perhatian batin seorang anak merasa tidak di perhatikan sama sekali. Kurangnya kepekaan orang tua terhadap anak menjadi factor utama seorang anak khusunya seorang remaja yang masih dalam masa pencarian jati diri menjauh dan membatasi diri pada orang tua.

Suatu ketika saya pergi bersilaturahmi kerumah teman saya di daerah Gresik bagian selatan, niat untuk meminta maaf kepada teman saya karena adanya masalah saya denganya. Sesampai disana  saya segera bergegas menuju rumahnya, masuklah saya. Sebelumnya saya telah mengenal  ayah dari teman saya sehingga tidak begitu canggung ketika pergi ke rumahnya. 

Duduklah kita bertiga, saya, teman saya dan ayahnya. Ya.. seperti biasa kita berbincang-bincang, keluarlah seorang ibu dengan membawa susu kedelai yang masih hangat, bergabunglah ibunya teman saya bersama kami di ruang tamu. Melihat sesosok wanita di depan saya dan memdengarkan ceritanya, yang pada waktu itu menceritakan kesuksesan prestasi yang digapai kakak perempuan dari teman saya. Saya hanya bisa diam dan kagum kepadanya.

Si ibu juga menceritakan cara mendidik anak-anaknya sehingga menghasilkan anak-anak yang luar biasa termasuk teman saya. Saya masih ingat omongan dari si ibu, bahwa dia menjadi orang tua tidak mau anaknya sampai membawa beban masalah sendiri, beliau bisa membuat bagaimana caranya agar anaknya bisa merasa nyaman curhat kepadanya selaku orang  tua, beliau juga senantiasa memberikan nasehat-nasehat dan motivasi kepada anak-anaknya. Yang bisa saya tangkap dari ibu teman saya ialah bahwa beliau mempunyai kepekaan yang luar biasa dan rasa ketulusan kasih sayang yang begitu besar. Itu terpancar dari caranya  memandang anaknya penuh harap.

Dari ibunya teman saya, saya jadi berkaca pada orang tua saya, orang tua seperti itulah mungkin yang di idam-idamkan semua anak. Peka terhadap masalah yang di hadapi anak, kasih sayang dan perhatian yang tiada batas bahkan anak bisa merasa nyaman curhat denganya. Sungguh ibu yang luar biasa.

Dari situ cara pendekatan pendidikan yang dilakukan si ibu memang sangatlah baik, beliau bisa mengerti kondisi psikologi si anak sehingga kepekaannya begitu tajam. Tapi kebanyakan fenomena yang terjadi di sekitar kita tidak seperti itu. Kebanyakan orang tua berpikir jika  kebutuhan fasilitas anak sudah terpenuhi maka sampai disitulah perhatiaanya. Dikira anak remaja tidak punya masalah apa?

Dari tidak dekatnya anak dan tidak merasa nyamannya anak untuk curhat kepada orang tua, memaksa para  remaja tertutup dan membawa sendiri beban masalahnya sehingga mereka asala-asalan dalam mengambil sebuah keputusan tanpa menimbang-nimbang risikonya. Oleh karena itu, banyak di temukan para remaja yang cenderung lebih nyaman curhat kepada teman dari pada kepada orang tuanya sendiri. 

Tapi dalam memilih teman curhat kita tidak bisa asal-asalan juga, dan itu saya rasakan. Tidak semua teman saya, saya jadikan teman untuk menceritakan beban masalah saya dan dapat memberikan solusi terhadap masalah saya. Mencari teman yang bisa membuat saya nyaman bercerita tidaklah mudah. Tapi Alhamdulillah Allah telah mengirimkan beberapa sahabat terbaik  yang selalu mengingatkan saya, saling mengingatkan dan menyayangi itulah yang saya utamakan dan menjalin hubungan pertemanan.

 Dari tulisan saya diatas dapat disimpulkan bahwasannya seorang anak,  tidak hanya anak remaja sangat membutuhkan kaaih sayang dan pengertian dari kedua orang tuanya. Komunikasi yang bagus tidak saling acuh tak acuh dalam sebuah keluarga harus dipelihara dan ditanamkan dalam jiwa anak dan orang tua. Semoga tulisan diatas bermanfaat dan bukan bermaksud untuk menggurui. Hanya mengharapkan hikmah yang dapat diambil.

                                                                                                          HASBI DIQI