BONGSAI
KEHIDUPAN REMAJA
Menjelajahi
makna lautan kehidupan memang sangat luas, tak ada yang membatasi. Apalagi bagi
diriku yang baru saja menetas dari masa kana-kanak menuju masa remaja dimana
masa kebingunganku dimulai. Kenapa di sebut masa kebingungan? Disini perlu kita
garis bawahi, seperti yang pribadi rasakan dan hasil pengematanku terhadap
teman-teman disekitarku. Masa ABG ( Anak
Baru Gendeng ) menurutku adalah masa yang membingungkan, pada masa ini
khususnya diriku selalu didatangi pertanyaan-pertanyaan siapakah gerangan daku
ini? Seolah-olah masih bingung dalam memaknai sebuah kehidupan.
Kebanyakan pada
masa inilah di tentukan kita kelak bisa menjadi orang baik atau buruk di masa
mendatang. Saya masih ingat kata salah
seorang guru saya yang pernah memberikan nasehat kepada saya “ Orang yang pada
waktu usia remaja dia sudah bisa menjadi pribadi baik, insyaallah ketika ia menuju
masa selanjutnya akan menjadi pribadi baik pula, dan begitu sebaliknya”. Dari
nasehat guru saya, saya menyimpulkan
sendiri bahwa masa remaja merupakan masa yang sangat penting karena pada masa
inilah di bentuk karakter pribadi yang sesungguhnya. Atau bahasa mudahnya pada
masa inilah kita mencari jati diri kita, siapa diri kita sebenarnya. Dan itu
bukan perkara mudah karena saya sendiri selaku anak remaja masih kebingungan
dalam mencari jati diri saya sendiri.
Pada masa ini
saya menemukan pembelajaran yang sangat berharga tentang cara memaknai kehidupan yang membawa
diri saya pada sebuah kedewasaan. Entah pembelajaran yang diberikan oleh orang
tua, guru dan teman-teman saya. Kebanyakan saya dapat mengambil banyak
pelajaran dan dapat merefresh diri saya dari permasalahan-permasalahan hidup
saya sebagai anak remaja. Dari kegalauan saya sendiri. Dari masalah – masalah
tersebut saya dituntut menyelesaikannya secara bijak, tidak asal-asalan menyelesaikan
masalah yang didasarkan pada rasa egois semata.
Sebagai contoh ketika
ada persilisihan dengan temam-teman di sekolah, saya harus bisa menyelesaikannya dengan cara
dewasa. Kita omongkan masalah itu secara baik-baik, kita cari solusi yang terbaik
yang dapat diterma oleh kedua belah pihak. Yang paling penting bagi saya ketika
menyelesaikan masalah jangan sampai menggunakan kekerasan. Dimana harga diri,
rasa malu dan etika kita sebagai seorang yang berpendidikan, yaitu seorang pelajar. Dan
jangan sampai solusi yang terbaik tersebut dapat memutuskan tali persaudaraan
dan pertemanan kita. Memang ketika kita ditimpa masalah terasa sangat berat
bagaikan memikul gunung dan kadang kita merasa tidak kuat untuk memikul beban
tersebut.
Tapi pada hakikatnya
dengan beratnya masalah-masalah yang kita hadapi terlebih kita adalah seorang
remaja dimana menurut saya adalah masa yang membingungkan, kita dapat memetik
pelajaran yang sangat berharga yang dapat membawa kita pada pola pikir yang
lebih matang.
Tapi kebayakan
teman-teman yang saya temui cenderung menutup diri terhadap masalah yang sedang
di hadapi sehingga ketika mereka mengambil sebuah keputusan tidak didasari
pemikiran yang logis tetapi asal-asalan saja. Padahal mereka sangat mebutuhkan
masukan dan pengarahan dari seseorang yang dapat menuntunnya dalam menyikapi
sebuah masalah. Yang pertama dan paling utama yang mereka butuhkan adalah peran
orang tua. Para remaja ketika dirundung masalah mereka pastilah membutuhkan
peran orang tua untuk teman berbagi, teman untuk mengeluh dan menyandarkan beban masalah
mereka. Tapi kebanyakaan diantara mereka merasa malu untuk curhat kepada orang
tua mereka. Apakah karena mereka tidak terlalu akrab dengan orang tua atau
justru dari pihak si orang tua yang tidak terlalu memperdulikan si anak?
Banyak orang tua
yang berpikir bahwa mereka telah memperhatikan anaknya sedemikian rupa. Padahal
kenyataanya sang anak tidak merasa sama sekali diperhatikan. Orang tua hanya
bisa memperhatikan dan memenuhi hanya secara fasilitas dan materi saja, tapi
perhatian batin seorang anak merasa tidak di perhatikan sama sekali. Kurangnya
kepekaan orang tua terhadap anak menjadi factor utama seorang anak khusunya
seorang remaja yang masih dalam masa pencarian jati diri menjauh dan membatasi
diri pada orang tua.
Suatu ketika saya
pergi bersilaturahmi kerumah teman saya di daerah Gresik bagian selatan, niat
untuk meminta maaf kepada teman saya karena adanya masalah saya denganya. Sesampai
disana saya segera bergegas menuju
rumahnya, masuklah saya. Sebelumnya saya telah mengenal ayah dari teman saya sehingga tidak begitu
canggung ketika pergi ke rumahnya.
Duduklah kita bertiga, saya, teman saya dan
ayahnya. Ya.. seperti biasa kita berbincang-bincang, keluarlah seorang ibu dengan
membawa susu kedelai yang masih hangat, bergabunglah ibunya teman saya bersama
kami di ruang tamu. Melihat sesosok wanita di depan saya dan memdengarkan
ceritanya, yang pada waktu itu menceritakan kesuksesan prestasi yang digapai
kakak perempuan dari teman saya. Saya hanya bisa diam dan kagum kepadanya.
Si ibu juga
menceritakan cara mendidik anak-anaknya sehingga menghasilkan anak-anak yang
luar biasa termasuk teman saya. Saya masih ingat omongan dari si ibu, bahwa dia
menjadi orang tua tidak mau anaknya sampai membawa beban masalah sendiri,
beliau bisa membuat bagaimana caranya agar anaknya bisa merasa nyaman curhat
kepadanya selaku orang tua, beliau juga
senantiasa memberikan nasehat-nasehat dan motivasi kepada anak-anaknya. Yang
bisa saya tangkap dari ibu teman saya ialah bahwa beliau mempunyai kepekaan
yang luar biasa dan rasa ketulusan kasih sayang yang begitu besar. Itu
terpancar dari caranya memandang anaknya
penuh harap.
Dari ibunya
teman saya, saya jadi berkaca pada orang tua saya, orang tua seperti itulah
mungkin yang di idam-idamkan semua anak. Peka terhadap masalah yang di hadapi
anak, kasih sayang dan perhatian yang tiada batas bahkan anak bisa merasa
nyaman curhat denganya. Sungguh ibu yang luar biasa.
Dari situ cara
pendekatan pendidikan yang dilakukan si ibu memang sangatlah baik, beliau bisa
mengerti kondisi psikologi si anak sehingga kepekaannya begitu tajam. Tapi
kebanyakan fenomena yang terjadi di sekitar kita tidak seperti itu. Kebanyakan orang
tua berpikir jika kebutuhan fasilitas
anak sudah terpenuhi maka sampai disitulah perhatiaanya. Dikira anak remaja tidak
punya masalah apa?
Dari tidak
dekatnya anak dan tidak merasa nyamannya anak untuk curhat kepada orang tua,
memaksa para remaja tertutup dan membawa
sendiri beban masalahnya sehingga mereka asala-asalan dalam mengambil sebuah
keputusan tanpa menimbang-nimbang risikonya. Oleh karena itu, banyak di temukan
para remaja yang cenderung lebih nyaman curhat kepada teman dari pada kepada orang
tuanya sendiri.
Tapi dalam memilih teman curhat kita tidak bisa asal-asalan
juga, dan itu saya rasakan. Tidak semua teman saya, saya jadikan teman untuk
menceritakan beban masalah saya dan dapat memberikan solusi terhadap masalah
saya. Mencari teman yang bisa membuat saya nyaman bercerita tidaklah mudah.
Tapi Alhamdulillah Allah telah mengirimkan beberapa sahabat terbaik yang selalu mengingatkan saya, saling mengingatkan
dan menyayangi itulah yang saya utamakan dan menjalin hubungan pertemanan.
Dari tulisan saya diatas dapat disimpulkan
bahwasannya seorang anak, tidak hanya
anak remaja sangat membutuhkan kaaih sayang dan pengertian dari kedua orang
tuanya. Komunikasi yang bagus tidak saling acuh tak acuh dalam sebuah keluarga
harus dipelihara dan ditanamkan dalam jiwa anak dan orang tua. Semoga tulisan
diatas bermanfaat dan bukan bermaksud untuk menggurui. Hanya mengharapkan hikmah
yang dapat diambil.
HASBI DIQI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar